SURABAYA - Isu pembangunan berkelanjutan membuat energi hijau menjadi prioritas dunia. Tidak ada Pemerintah Indonesia yang memacu industri-industri berbasis energi hijau sebagai salah satu fokus kebijakan investasi. Indonesia dinilai memiliki potensi besar karena memiliki pasokan bahan baku pendukung, salah satunya kandungan lithium yang juga ditemukan di lumpur Sidoarjo.
Peneliti senior dari Pusat Penelitian Mitigasi Kebencanaan dan Perubahan Iklim (Puslit MKPI) ITS Dr Ir Amien Widodo MSi mengatakan, lithium adalah salah satu Critical Raw Materials (CRMs) atau material kritis. Dikatakan kritis karena sulit didapatkan dan tidak memiliki pengganti, tetapi memiliki manfaat yang besar. Dosen Departemen Teknik Geofisika itu juga menyebutkan materi kritis ini sangat diperlukan dalam pengembangan energi hijau.
Amien menyebutkan salah satu kebijakan pemerintah dalam pengembangan energi hijau adalah percepatan produksi kendaraan listrik. Produksi baterai massal pun dilakukan. Meskipun Indonesia memiliki 25 persen cadangan nikel dunia sebagai bahan baku pembuatan baterai, produksi baterai juga membutuhkan lithium yang sangat baik sampai saat ini masih belum ditemukan lokasi penambangan yang dijanjikan. “Penemuan potensi kandungan lithium di lumpur Sidoarjo adalah kabar baik. Pasti sangat luar biasa jika kita bisa memanfaatkannya, ” ujarnya bersemangat.
Skema proses adsorbsi yang dilakukan oleh tim ITS saat dipresentasikan dalam sebuah webinar.
Selanjutnya, Amien memaparkan, sebelumnya Pusat Studi Kebumian dan Bencana (sekarang Puslit MKPI) ITS telah melakukan kajian kandungan lithium yang ada dalam air lumpur Sidoarjo sejak tahun 2016. Kajian ini dilakukan dengan adsorbsi lithium dari lumpur Sidoarjo menggunakan adsorben berbasis Lithium Mangan Oksida (LMO) . Adsorben ini memiliki struktur kristal spinel yang mampu menyerap lithium. Hasil kajian ini menunjukkan kandungan lithium dengan kadar sebesar 7 hingga 15 bagian per juta.
Penelitian serupa juga dilakukan oleh Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada 2020 menggunakan teknik Inductively Coupled Plasma – Optical Emission Spectrometry (ICP-OES). Teknik analisis ini digunakan untuk menentukan komposisi unsur dari berbagai logam.
Foto : Luapan air lumpur Sidoarjo yang terlihat saat dilakukan penelitian oleh ITS pada 2016 lalu.
Hasilnya, didapatkan lithium dengan kadar 99, 26 sampai dengan 280, 46 bagian per juta dan stronsium dengan kadar 255, 44 sampai dengan 650, 49 bagian per juta. “Memang terlihat perbedaan signifikan di antara keduanya. Itu karena kami mengambil sampel berupa air lumpur, sedangkan Badan Geologi melakukan penelitian di lumpurnya, ” jelasnya.
Dosen yang menamatkan pendidikan di Universitas Gadjah Mada itu memaparkan bahwa data yang ada saat ini masih merupakan hasil penelitian awal dan masih membutuhkan penelitian lebih lanjut. Amien juga mengungkapkan harapannya agar pihak ITS turut dilibatkan oleh Badan Geologi maupun pemerintah. “Dengan begitu kami dapat belajar banyak mengenai cara eksplorasi dan eksploitasi logam tanah jarang dan material kritis, ” pungkasnya penuh harap. (HUMAS ITS)